Palestina Membutuhkan Rp868 Triliun untuk Rekonstruksi Gaza

Dampak Perang dan Estimasi Kerusakan

GAZA – Upaya rekonstruksi di Gaza diperkirakan membutuhkan lebih dari USD53,3 miliar atau sekitar Rp868 triliun setelah 15 bulan konflik yang menghancurkan wilayah tersebut. Perhitungan ini berdasarkan penilaian terbaru dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Uni Eropa (UE), dan Bank Dunia.

Laporan Penilaian Kerusakan dan Kebutuhan Sementara Gaza & Tepi Barat (IRDNA) yang dirilis pada hari Selasa menyebutkan bahwa perang Israel di Gaza menyebabkan kerusakan senilai USD49 miliar antara 8 Oktober 2023 hingga 8 Oktober 2024. Untuk pemulihan dan rekonstruksi selama 10 tahun ke depan, dibutuhkan sekitar USD53,2 miliar, dengan USD20 miliar harus disediakan dalam tiga tahun pertama.

Baca Juga : https://frenchysymphony.com/israel-langgar-gencatan-senjata-dengan-serangan-udara-di-gaza/

Sumber Pendanaan dan Prioritas Rekonstruksi

Menurut laporan tersebut, pendanaan akan membutuhkan koalisi donor yang luas, berbagai instrumen pembiayaan, keterlibatan sektor swasta, serta peningkatan akses terhadap bahan konstruksi di Gaza pascakonflik.

Lebih dari USD29,9 miliar diperlukan untuk memperbaiki bangunan yang rusak dan infrastruktur utama. Dari jumlah ini, USD15,2 miliar dialokasikan untuk rekonstruksi perumahan, mengingat 292.000 rumah hancur atau mengalami kerusakan berat akibat serangan Israel.

Selain itu, USD19,1 miliar diperlukan untuk pemulihan sektor sosial dan ekonomi, termasuk kesehatan, pendidikan, perdagangan, dan industri. Laporan tersebut juga mencatat bahwa 95 persen rumah sakit di Gaza kini tidak berfungsi, sementara ekonomi lokal menyusut hingga 83 persen.

Baca Juga : https://frenchysymphony.com/perang-masa-depan-selalu-melibatkan-drone-berikut-5-teknologi-terbarunya/

Tantangan dalam Upaya Rekonstruksi

IRDNA merupakan tindak lanjut dari laporan sebelumnya, Penilaian Kerusakan Sementara (IDA) yang dirilis pada April 2024, yang kala itu memperkirakan kerusakan sebesar USD18,5 miliar setelah empat bulan konflik.

Selain rekonstruksi bangunan, pembersihan persenjataan yang belum meledak serta pemindahan jutaan ton puing juga menjadi tantangan besar dalam proses pemulihan Gaza.

Baca Juga : https://frenchysymphony.com/negara-terkaya-di-dunia-bangkrut-setelah-impor-lamborghini-dan-ferrari/

Gencatan Senjata dan Ketidakpastian Politik

Temuan laporan ini muncul di tengah gencatan senjata yang rapuh antara Israel dan Hamas, meskipun militer Israel dituduh berulang kali melanggar kesepakatan sejak 19 Januari.

Sementara itu, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu tidak mengesampingkan kemungkinan melanjutkan perang jika Hamas tidak menyerahkan seluruh tawanan yang mereka tahan. Laporan tersebut memperingatkan bahwa belum ada kondisi yang memungkinkan dimulainya rekonstruksi skala besar, mengingat ketidakpastian politik di Gaza.

Baca Juga : https://frenchysymphony.com/muhsin-hendricks-imam-muslim-gay-pertama-tewas-ditembak-di-afrika-selatan/

Rencana Internasional untuk Masa Depan Gaza

Donald Trump, yang kembali menjabat sebagai Presiden Amerika Serikat, menyatakan keinginannya untuk “mengambil alih” Gaza dan mengubahnya menjadi “Riviera Timur Tengah”. Rencana ini melibatkan pengosongan Jalur Gaza dan pengusiran 2 juta penduduknya. Trump telah menekan Yordania dan Mesir untuk menerima para pengungsi Palestina, sementara Netanyahu mendukung proposal ini dengan membentuk direktorat khusus untuk pemindahan sukarela warga Gaza.

Sebagai alternatif, Mesir sedang mengembangkan rencana rekonstruksi Gaza tanpa pemindahan penduduk. Menteri Luar Negeri Badr Abdelatty mengatakan bahwa Kairo sedang mengembangkan rencana pemulihan multi-tahap, dengan fokus pada pembangunan zona aman bagi warga Palestina dan keterlibatan perusahaan konstruksi Mesir serta internasional dalam rekonstruksi infrastruktur.

Rencana ini diperkirakan membutuhkan hingga USD20 miliar yang akan didanai oleh negara-negara Arab dan Teluk. Presiden Mesir Abdel Fattah el-Sisi dijadwalkan bertemu dengan pemimpin Arab Saudi pada 22 Februari untuk membahas rencana tersebut, sebelum pertemuan puncak Liga Arab di Kairo pada 4 Maret guna merumuskan langkah final.

Menteri Luar Negeri Israel Gideon Saar menyatakan bahwa Israel akan menilai proposal Mesir, tetapi menegaskan bahwa rencana apa pun yang masih melibatkan Hamas dalam politik atau militer Gaza tidak akan diterima.

Artikel Terkait : https://frenchysymphony.com/

https://hicksmotandservicecentre.co.uk/
https://coventryscale.co.uk/

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *