https://frenchysymphony.com/ TEL AVIV – Komandan Komando Pusat (CENTCOM) Amerika Serikat (AS) Jenderal Michael Kurilla dikenal sebagai sekutu Israel yang paling setia di dalam lembaga pertahanan Amerika.
Ia adalah sosok yang sangat ingin membombardir Iran, sejalan dengan ambisi Zionis Israel. Jenderal Kurillah telah menjadi suara terdepan dalam militer AS yang mendukung serangan gabungan dengan Israel terhadap fasilitas nuklir Iran, menurut laporan New York Times pada Sabtu pekan lalu. Sejak serangan Hamas pada 7 Oktober, Kurilla memegang peranan penting dalam memperkuat koordinasi militer AS-Israel, termasuk mengawali pengerahan kapal induk AS ke Timur Tengah.
Kini, dengan hanya beberapa bulan tersisa dalam masa jabatannya, Kurilla memimpin sebuah kelompok di Washington yang mendorong tindakan militer terkoordinasi terhadap Iran—sebuah pandangan yang ditentang oleh pihak lain di pemerintahan Presiden Donald Trump yang mendukung jalur diplomasi. Berdasarkan laporan New York Times, diskusi internal AS selama beberapa bulan terakhir terbagi menjadi dua kubu: satu dipimpin oleh Kurilla yang mendukung serangan militer gabungan, dan yang lain menganjurkan diplomasi untuk menahan ambisi nuklir Iran. Pada akhirnya, Presiden Donald Trump memihak pada opsi terakhir, menepis rencana operasional Israel. Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu dilaporkan melakukan perjalanan ke Washington dalam upaya terakhir untuk meyakinkan Trump agar menyetujui operasi militer tersebut, namun gagal. Pejabat Israel mengatakan kepada New York Times bahwa Pasukan Pertahanan Israel (IDF) telah menyusun rencana yang melibatkan serangan udara dan komando gabungan tetapi belum siap secara operasional sebelum Oktober. Akibatnya, Israel beralih ke perencanaan serangan udara tunggal, yang memerlukan dukungan AS.
Kurilla dan Penasihat Keamanan Nasional Gedung Putih Mike Waltz mengevaluasi bagaimana AS dapat membantu, dengan Pentagon mengerahkan aset militer ke Timur Tengah, termasuk dua kapal induk, baterai sistem rudal Patriot dan THAAD, serta pesawat pengebom B-2—sebuah langkah yang secara luas diartikan sebagai persiapan untuk kemungkinan serangan Israel.
Analis pertahanan Israel menyatakan bahwa peluang untuk serangan yang berhasil terhadap program nuklir Iran semakin menipis. Menurut sumber intelijen Israel dan AS, kombinasi dari perolehan militer Israel baru-baru ini di Gaza, gejolak dalam negeri di Iran, dan konstelasi geopolitik saat ini menawarkan kesempatan langka untuk serangan yang efektif. Kesempatan itu dapat menyusut secara signifikan setelah Kurilla mengakhiri masa jabatannya, karena sikap penggantinya masih belum jelas. Hubungan Kurilla dengan Israel sangat erat. Kunjungan pertamanya ke negara itu adalah sebagai seorang perwira muda berusia 20-an, dan sejak itu ia telah berkunjung puluhan kali—lebih dari 15 kunjungan dalam dua tahun terakhir saja. Kepemimpinannya di CENTCOM telah menekankan pendekatan praktis dan berbasis teknologi untuk koordinasi pertahanan regional, menghindari aliansi formal seperti NATO demi integrasi di balik layar. Pejabat militer Israel menjuluki sistem ini sebagai “payung Kurilla”, dengan mencatat bahwa sistem radar AS di Uni Emirat Arab dan Qatar kini dapat membantu pertahanan Israel. Menurut laporan media asing lainnya, “payung” itu juga mencakup kerja sama diam-diam dari Arab Saudi dan Yordania selama serangan rudal dan pesawat nirawak Iran yang gagal pada April 2023. Kurilla juga dikenal karena perhatiannya yang mendalam terhadap detail.
“Dia tahu jenis setiap amunisi yang diluncurkan ke Israel malam itu, dan di mana setiap pencegat ditempatkan,” kata seorang pejabat Israel kepada Ynet tahun lalu.
“Bangunkan dia di tengah malam, dan dia akan lebih baik dalam ujian dadakan daripada beberapa perwira kita sendiri.”
Memiliki keunggulan operasional, Kurilla dipuji secara luas di Tel Aviv dan Washington atas gaya kepemimpinannya yang kolaboratif dan tidak menggurui. Meskipun demikian, ia terlibat langsung dengan jenderal-jenderal Israel tingkat menengah dan meminta masukan mereka. Di bawah kepemimpinannya, CENTCOM mengalami transformasi teknologi yang signifikan. Kurilla menunjuk CTO sipil Skyler Moore ke posisi senior, meningkatkan infrastruktur siber, dan meluncurkan divisi teknologi khusus—sambil mempertahankan komando harian atas operasi melawan Houthi, milisi Irak, dan Iran. Saat Kurilla bersiap untuk mengakhiri masa komandonya, masih ada pertanyaan tentang apakah penggantinya akan mempertahankan sikap agresif yang sama terhadap Iran—dan apakah peluang untuk aksi militer Israel akan tertutup dengan kepergiannya.