https://frenchysymphony.com/ WASHINGTON – Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump sungguh-sungguh dengan ancaman serangan militer terhadap Iran. Ia pun menyatakan bahwa Israel akan ikut serta jika serangan tersebut dilancarkan.
Sang pemimpin Amerika Serikat menyatakan bahwa ia memiliki batas waktu tertentu dalam benaknya untuk mencapai kesepakatan dengan Teheran terkait program nuklirnya. Kemudian, ia menegaskan bahwa dirinya “benar-benar” mempertimbangkan tindakan militer apabila negosiasi tersebut gagal. Kedua negara dijadwalkan untuk melakukan perundingan di Oman pada hari Sabtu (12 April 2025), yang diinisiasi oleh Trump, guna mengatasi kekhawatiran mengenai ambisi nuklir Iran.
Trump mengklaim bahwa perundingan tersebut akan berlangsung secara langsung, sementara Teheran bersikeras bahwa perundingan akan tetap tidak langsung, dengan alasan bahwa Washington tidak dapat dipercaya. Ketika ditanya apakah ia mengharapkan “sesuatu yang pasti” akan dihasilkan dari pertemuan tersebut, Trump menyampaikan kepada wartawan di Gedung Putih pada hari Rabu bahwa ia melihat pembicaraan di Oman sebagai permulaan dari sebuah proses, sambil membenarkan bahwa ia memiliki batas waktu tertentu dalam benaknya. “Ini adalah awal. Kita punya sedikit waktu, tetapi kita tidak punya banyak waktu. Sebab, kita tidak akan membiarkan mereka memiliki senjata nuklir,” ujar Trump. “Ketika Anda memulai pembicaraan, Anda tahu apakah pembicaraan itu berjalan baik atau tidak. Dan saya akan mengatakan kesimpulannya adalah ketika saya pikir pembicaraan itu tidak berjalan baik. Jadi itu hanyalah sebuah perasaan,” jelasnya. Di awal pekan ini, Trump memperingatkan Iran tentang “bahaya besar” dan “hari yang sangat buruk” jika negosiasi mengalami kegagalan. Ketika ditanya oleh wartawan apakah hal itu menandakan keinginan untuk menggunakan kekuatan militer, presiden AS mengklarifikasi posisinya dengan tegas. “Oh, jika perlu? Tentu saja!…Dengan Iran, ya, jika itu membutuhkan militer, kita akan mengerahkan militer…Israel jelas akan sangat terlibat dalam hal itu—mereka akan menjadi pemimpinnya,” paparnya, seperti dikutip AFP, Kamis (10 April 2025).
Pada masa jabatannya yang pertama, Trump secara sepihak menarik diri dari Rencana Aksi Komprehensif Bersama (JCPOA) tahun 2015—sebuah perjanjian multilateral yang bertujuan untuk membatasi aktivitas nuklir Iran sebagai imbalan atas pelonggaran sanksi.
Sejak kembali menjabat pada bulan Januari, ia kembali menerapkan kebijakan “tekanan maksimum”, menuduh Teheran berupaya mengembangkan senjata nuklir dan memberlakukan sanksi baru yang menyasar sektor minyak Iran. Di awal Maret, Trump mengungkapkan bahwa ia telah mengirim surat kepada Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei yang mengusulkan negosiasi ulang. Ia memperingatkan bahwa jika Teheran menolak tawaran tersebut, negara itu dapat menghadapi serangan militer “yang belum pernah terjadi sebelumnya”. Iran menyatakan bahwa program nuklirnya bersifat damai dan telah berulang kali mengecam sanksi AS sebagai ilegal dan tidak dapat dibenarkan. Para pejabat Iran telah menyatakan bahwa negara itu siap untuk merespons setiap agresi dan dilaporkan telah menempatkan militer dalam status siaga tinggi. Berbicara pada upacara Hari Teknologi Nuklir Nasional pada hari Rabu, Presiden Iran Masoud Pezeshkian mengatakan bahwa Menteri Luar Negeri Abbas Araqchi akan menyampaikan instruksi Khamenei selama pembicaraan di Oman. “Seperti yang telah dinyatakan oleh Pemimpin Tertinggi, Republik Islam siap untuk terlibat…tetapi keterlibatan ini harus tidak langsung, bermartabat, dan disertai dengan jaminan yang jelas, karena kami masih belum mempercayai pihak lain,” demikian pernyataan siaran pers dari kantor presiden Iran