Pidato Siswa SMA Abiskar Raut yang Menginspirasi Demo Besar di Nepal

Kathmandu – Aksi Massa Gen-Z Nepal Guncang Pemerintahan

https://frenchysymphony.com/ Aksi demonstrasi besar-besaran yang melibatkan generasi muda di Nepal telah berhasil menggulingkan pemerintahan Perdana Menteri Sharma Oli. Gelombang unjuk rasa yang dimulai pada hari Senin lalu itu menyebabkan korban jiwa mencapai lebih dari 30 orang. Namun, benih dari perlawanan ini sudah tertanam sejak beberapa bulan sebelumnya, berkat pidato menggugah dari seorang pelajar SMA bernama Abiskar Raut.

Pidato Sekolah yang Jadi Titik Balik

Abiskar Raut, siswa Holy Bell School, menyampaikan pidatonya dalam acara tahunan sekolah ke-24 pada bulan Maret lalu. Pidatonya yang penuh semangat dan idealisme remaja itu kemudian viral di media sosial dan dianggap sebagai pemantik kesadaran kolektif kaum muda Nepal.

“Hari ini saya berdiri di sini dengan harapan membangun Nepal yang lebih baik. Saya penuh semangat, tapi juga diliputi kesedihan karena mimpi itu terasa semakin jauh,” ujar Raut dalam pidatonya.

Ia melanjutkan dengan nada yang lebih dalam, menyebut bahwa ia ingin menyinari pikiran orang-orang yang masih terjebak dalam ketidakpedulian terhadap masa depan negeri mereka.

“Saya hadir di sini bukan hanya untuk berbicara, tetapi untuk menyuarakan perubahan besar dan menorehkan sejarah.”

Kritik Tajam terhadap Keadaan Negeri

Dalam pidatonya, Raut menggambarkan Nepal sebagai sosok ibu yang telah melahirkan dan membesarkan rakyatnya, namun kini dibiarkan menderita. Ia mempertanyakan kontribusi warga terhadap negara dan menyoroti permasalahan seperti pengangguran, korupsi, dan konflik politik.

“Negara ini hanya meminta kejujuran, kerja keras, dan kontribusi dari kita. Tapi apa yang kita berikan? Kita justru terjerat dalam permainan politik yang penuh kepentingan pribadi. Korupsi telah merampas masa depan kita.”

Respons Netizen: Inspirasi dan Kontroversi

Pidato Raut menuai berbagai tanggapan di dunia maya. Banyak yang memujinya karena keberanian dan kemampuan retoriknya yang luar biasa untuk anak seusianya. Namun, ada pula yang menyindir gaya bicaranya yang terlalu “militan”, bahkan membandingkannya secara sinis dengan tokoh-tokoh kontroversial dari sejarah dunia.

“Hari tahunan sekolah, tapi pidatonya seperti orasi revolusi,” tulis salah satu netizen.

Latar Belakang Ketidakpuasan Rakyat

Pidato itu muncul di tengah suasana ketidakpuasan yang membara di tengah masyarakat Nepal. Warga yang kecewa mulai mendesak agar sistem monarki Hindu dikembalikan, menyebut mantan Raja Gyanendra Shah sebagai simbol stabilitas yang hilang. Faktor-faktor seperti krisis ekonomi, pengangguran, korupsi, dan stagnasi pembangunan semakin memperburuk situasi.

Sejak Nepal menghapus monarki Hindu pada Mei 2008 demi mengakhiri perang saudara selama satu dekade yang menewaskan lebih dari 16.000 jiwa, ketidakpuasan terus tumbuh.

Media Sosial Jadi Senjata dan Sasaran

Beberapa bulan setelah pidato Raut, generasi muda turun ke jalan, memprotes kebijakan pemerintah yang membatasi akses ke media sosial—platform yang mereka gunakan untuk menyuarakan ketidakadilan. Ironisnya, langkah pemerintah ini justru menyulut kemarahan yang lebih besar.

Pada gelombang protes Senin lalu, 19 orang dilaporkan tewas. Pemerintah sempat mengaktifkan kembali media sosial untuk menenangkan massa, namun demonstrasi justru membesar.

Pemerintahan Tumbang

Puncaknya terjadi pada hari Selasa, ketika aksi massa berubah menjadi kerusuhan nasional. Gedung Parlemen dan kediaman para elite politik dibakar massa. Akibat tekanan besar tersebut, Perdana Menteri Sharma Oli mengumumkan pengunduran dirinya. Dengan itu, pemerintahan Nepal resmi dinyatakan bubar.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *