Nauru: Negara Kecil yang Pernah Menjadi Terkaya
Nauru, sebuah negara kecil yang terletak di Samudra Pasifik, pernah mencatatkan namanya sebagai negara terkaya di dunia pada era 1970-an hingga 1990-an berkat penemuan tambang fosfat. Dengan luas sekitar 21 kilometer persegi, Nauru tercatat sebagai salah satu negara terkecil di dunia, tanpa ibu kota resmi. Meskipun kota Yaren berfungsi sebagai pusat pemerintahan dan permukiman, kota ini tidak pernah menjadi ibu kota negara. Dikenal karena keindahan terumbu karangnya, pantai pasir putih yang bersih, serta pohon palem yang bergoyang, Nauru memiliki sejarah kelam akibat eksploitasi sumber daya alam oleh pihak asing.
Baca Juga : https://frenchysymphony.com/israel-langgar-gencatan-senjata-dengan-serangan-udara-di-gaza/
Kejayaan Nauru: Kegilaan Konsumsi dan Kesejahteraan
Ekonomi Nauru selama beberapa dekade sangat bergantung pada tambang fosfat, yang ditemukan dalam jumlah besar oleh perusahaan Inggris pada awal abad ke-20. Penambangan dimulai pada tahun 1907, dengan negara-negara seperti Inggris, Australia, dan Selandia Baru mengeksploitasi fosfat tersebut hingga pertengahan abad ke-20. Setelah meraih kemerdekaan pada 1968, Nauru mengambil alih tambang fosfat dan mengalami ledakan ekonomi luar biasa. Pada 1982, The New York Times menyebut Nauru sebagai negara dengan pendapatan per kapita yang melampaui negara-negara penghasil minyak Arab, menjadikannya negara terkaya dan memiliki kesejahteraan yang sangat tinggi.
Pada puncak kejayaannya, banyak warga Nauru yang terobsesi dengan kemewahan, termasuk membeli mobil-mobil mewah seperti Lamborghini dan Ferrari, meskipun tidak banyak yang tahu cara mengemudinya. Seorang kepala polisi, misalnya, pernah membeli Lamborghini meskipun ia tidak bisa masuk ke dalamnya karena tubuhnya yang terlalu besar. Mobil-mobil mewah lainnya juga diimpor oleh warga yang kaya, meskipun jumlahnya terbatas.
Baca Juga : https://frenchysymphony.com/muhsin-hendricks-imam-muslim-gay-pertama-tewas-ditembak-di-afrika-selatan/
Kejatuhan Ekonomi: Eksploitasi yang Membawa Kehancuran
Kehancuran ekonomi Nauru dimulai pada tahun 1990-an ketika cadangan fosfat yang dieksploitasi semakin menipis. Negara ini mulai menghadapi kesulitan ekonomi pada tahun 2000-an. Sebagai upaya untuk mengatasi kesulitan finansial, Nauru beralih menjadi surga pajak lepas pantai dan bahkan menjual paspor, tetapi strategi ini akhirnya dihentikan.
Pada tahun 2005, Nauru kembali menambang fosfat untuk memberikan dorongan bagi perekonomiannya. Langkah ini dipuji oleh pemerintah sebagai bentuk “pemulihan ekonomi,” meskipun sebagian besar cadangan fosfat sudah habis. Di saat yang sama, negara ini juga menandatangani kesepakatan dengan Australia untuk menampung pencari suaka di Pusat Pemrosesan Regional Nauru. Sebagai imbalannya, Australia memberikan bantuan keuangan yang signifikan, menjadikan pusat ini sebagai sumber pendapatan utama bagi negara tersebut.
Baca Juga : https://frenchysymphony.com/arab-saudi-sambut-positif-gagasan-pertemuan-puncak-putin-dan-trump/
Ketergantungan Ekonomi dan Tantangan Kesehatan
Meskipun ada kemajuan dalam beberapa sektor, seperti industri perikanan, yang juga memberikan kontribusi terhadap perekonomian, ketergantungan pada sektor tertentu membuat Nauru rentan terhadap guncangan ekonomi. Masalah kesehatan juga menjadi perhatian serius di negara ini. Diperkirakan lebih dari 70% penduduk Nauru menderita obesitas, yang mungkin dipengaruhi oleh keterbatasan akses terhadap makanan bergizi akibat kemerosotan ekonomi. Selain itu, tingkat merokok di negara ini sangat tinggi, dengan sekitar 48,5% penduduknya merokok pada tahun 2020.
Artikel Terkait :