https://frenchysymphony.com/ TEHERAN – Iran melontarkan ancaman keras terhadap Israel, menyatakan bahwa setiap serangan militer Zionis terhadap fasilitas nuklir Teheran akan berujung pada balasan yang menghancurkan. Iran bahkan menegaskan bahwa Amerika Serikat (AS) akan ikut bertanggung jawab penuh jika serangan tersebut benar-benar terjadi.
Ketegangan Jelang Perundingan Nuklir
Ancaman ini mencuat menjelang putaran kelima perundingan nuklir antara Iran dan AS yang dijadwalkan berlangsung di Roma, Italia, pada Jumat (23/5/2025). Dalam surat resmi kepada Sekretariat Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang diterbitkan Kamis, Menteri Luar Negeri Iran, Abbas Araghchi, menegaskan bahwa Iran tak akan berdiam diri jika fasilitas nuklirnya diserang Israel.
“Kami meyakini, jika rezim Zionis menyerang fasilitas nuklir Republik Islam Iran, pemerintah Amerika Serikat juga akan terlibat dan memikul tanggung jawab hukum,” tulis Araghchi. “Iran memperingatkan keras segala bentuk petualangan militer oleh rezim Zionis dan akan memberikan respons tegas terhadap setiap ancaman atau tindakan melanggar hukum.”
Laporan Intelijen dan Kesiapan Konflik
Respons Iran ini dipicu oleh laporan CNN yang mengungkapkan bahwa Israel tengah mempersiapkan skenario militer untuk menyerang situs-situs nuklir Iran, meskipun diplomasi antara Teheran dan Washington masih berjalan. Laporan tersebut, yang mengutip pejabat AS yang enggan disebutkan namanya, mengindikasikan bahwa ancaman konflik terbuka antara kedua musuh bebuyutan itu semakin nyata.
Dinamika Negosiasi Nuklir dan Pengayaan Uranium
Perundingan nuklir antara Iran dan AS, yang dimediasi oleh Oman, merupakan dialog tingkat tinggi pertama sejak AS secara sepihak menarik diri dari kesepakatan nuklir 2015 (JCPOA) di bawah pemerintahan Presiden Donald Trump pada tahun 2018. Delegasi AS kali ini dilaporkan akan dipimpin oleh Steve Witkoff, tokoh dekat Trump dan negosiator ulung, serta Michael Anton dari Departemen Luar Negeri yang menangani aspek teknis kesepakatan.
Isu pengayaan uranium menjadi titik krusial dalam negosiasi. Di bawah kesepakatan JCPOA, Iran hanya diizinkan memperkaya uranium hingga 3,67 persen untuk keperluan sipil. Namun, sejak AS keluar dari JCPOA 2015, Iran meningkatkan pengayaan hingga 60 persen—angka yang mendekati level senjata nuklir (90 persen).
Presiden Trump menyatakan dalam lawatannya ke Qatar pekan lalu bahwa diplomasi adalah pilihan utamanya dan ia meyakini Iran telah menunjukkan kesediaan untuk memenuhi beberapa syarat utama. Namun, Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio memberikan sinyal bahwa posisi AS tetap keras. “Iran tidak boleh memiliki kemampuan pengayaan, karena itu akan menjadikannya negara ambang nuklir,” ujar Rubio di hadapan Kongres. Rubio juga menegaskan bahwa sanksi terkait terorisme dan program rudal balistik Iran—yang tidak dibahas secara eksplisit dalam JCPOA 2015—akan tetap diberlakukan.
Isyarat Kesiapan Militer Iran
Peringatan dari Iran tak berhenti di meja diplomasi. Pada hari yang sama, juru bicara Korps Garda Revolusi Islam (IRGC) Iran, Ali Mohammad Naini, menyampaikan ancaman militer langsung kepada Israel.
“Jika rezim Zionis yang penuh ilusi itu melakukan tindakan bodoh dan melancarkan serangan, maka mereka akan menerima balasan yang menghancurkan dan menentukan di wilayah mereka yang kecil dan rentan,” tegas Naini, seperti dikutip ISNA.
Sebagai sinyal kesiapan militer, Iran juga memamerkan tiga drone terbaru yang terdiri dari dua drone pengintai dan satu drone kamikaze, sebagaimana dilaporkan oleh IRNA. Di tengah ketegangan yang meningkat, ratusan warga Iran berkumpul di dekat fasilitas pengayaan uranium Fordow, selatan Teheran, dalam sebuah aksi unjuk rasa. Mereka membawa bendera nasional dan meneriakkan slogan nasionalis seperti “Energi nuklir adalah hak kami yang tak bisa ditawar” dan “Tidak ada kompromi, tidak ada penyerahan—hanya perlawanan terhadap Amerika.”
Sejarah Konflik dan Ancaman Eksistensial
Iran dan Israel telah lama terlibat dalam “perang bayangan” yang melibatkan sabotase, serangan siber, dan operasi rahasia di berbagai titik kawasan. Tahun lalu, untuk pertama kalinya kedua negara terlibat dalam serangan langsung—sebuah eskalasi berbahaya yang terjadi di tengah memuncaknya konflik Gaza.
Iran tidak mengakui keberadaan negara Israel dan menyebutnya sebagai “rezim Zionis”, sementara Israel menyatakan bahwa program nuklir Iran merupakan ancaman eksistensial yang harus dicegah dengan segala cara—termasuk tindakan militer.
Dengan ketegangan yang semakin panas, dan diplomasi yang rapuh, dunia kini menanti apakah perundingan di Roma akan mampu menahan laju konflik yang kian mendekati titik didih.