driver ojol di medan menggunakan pola mahjong ways terbaru

inspirasi terbaru di bagikan seorang arsitektur pola mahjong ways

mahasiswi hukum berhasil menggapai cita citanya lewat mahjong

mudah maxwin lewat mahjong ways berkat teknik spin orangtua

mulyono debt collector mencoba mahjong ways penghasilan sampingan

profesi tukang reparasi bukan halangan untuk maxwin di mahjong ways

rayap besi main mahjong ways sambil gergaji tiang listrik

seniman jalanan kembali menginspirasi masyarakat berkat menang mahjong ways

seorang buruh harian menciptakan metode kemenangan mahjong ways

seorang fotografer sukses memotret kesuksesannya lewat mahjong wins

tanpa keahlian khusus mas bacod menang mahjong ways 23 juta

anak kemarin sore ini menang berkali kali mahjong ways 2

hanya bermodal nekat biduk berhasil membeli motor hasil menang mahjong

freelancer it tak sangka berhasil menang 17 juta mahjong ways

sopir tuk tuk ini berhasil dapat scatter beruntun dari mahjong

https://ftk.uinbanten.ac.id/wp-content/uploads/sites/10/2025/01/berita/modal-tipis-dosen-ftk-uin-banten-bocorkan-strategi-main-aman-di-power-of-thor-megaways.html

https://ftk.uinbanten.ac.id/wp-content/uploads/sites/10/2025/01/berita/cerita-mahasiswa-uin-banten-dapat-3-juta-dari-sweet-bonanza-modal-cuma-20k.html

https://ojs.elte.hu/public/berita/tips-buy-feature-paling-untung-di-gates-of-olympus.html

https://ojs.elte.hu/public/berita/kisah-pemain-menang-4-juta-di-sweet-bonanza.html

https://ojs.elte.hu/public/berita/cara-masuk-free-spin-lebih-cepat-di-mahjong-ways-2.html

https://ojs.elte.hu/public/berita/publikasi-dari-ojseltehu-jam-gacor-hari-ini-di-starlight-princess.html

https://ojs.elte.hu/public/berita/cerita-kemenangan-konsisten-di-koi-gate.html

Penjual Gorengan Jadi Pengusaha Kafe Berkat Mahjong Ways

Petani Sukses Menyekolahkan Anaknya Karena Menang Mahjong Ways

Tukang Bubur Bisa Naik Haji Karena Menang Maxwin di Mahjong Ways

Sukses Renovasi Rumah Berkat Kemenangan Di Mahjong Ways Kesaksian Kemenangan Tukang Bakso

Inggris Pernah Serbu Gaza Sejak 1917, Dua Kali Gagal - FrenchyNews

Sejarah panjang konflik di Timur Tengah tidak bisa dilepaskan dari perebutan wilayah Palestina, termasuk Gaza, yang hingga kini menjadi salah satu kawasan paling bergolak di dunia. Namun, jauh sebelum perang modern yang sering kita dengar, Gaza sudah menjadi arena perebutan kekuasaan sejak ribuan tahun lalu. Salah satu episode penting yang jarang dibahas adalah ketika pasukan Inggris mencoba merebut Gaza pada tahun 1917 dalam konteks Perang Dunia I.

Upaya ini ternyata tidak berjalan mudah. Bahkan, Inggris harus mengalami dua kali kegagalan sebelum akhirnya berhasil menguasai Gaza pada percobaan ketiga. Kisah ini menunjukkan betapa strategis dan sulitnya wilayah Gaza untuk ditaklukkan, sekaligus membuka babak baru dalam sejarah Palestina di bawah mandat Inggris.


Latar Belakang Perang Dunia I dan Palestina

Pada awal abad ke-20, Palestina masih berada di bawah kekuasaan Kesultanan Utsmaniyah (Ottoman Empire). Namun, Perang Dunia I yang meletus pada 1914 mengubah peta kekuatan di kawasan Timur Tengah. Kekaisaran Ottoman bergabung dengan blok Sentral (Jerman dan Austria-Hongaria) melawan blok Sekutu (Inggris, Prancis, Rusia, dan kemudian Amerika Serikat).

Bagi Inggris, Palestina memiliki arti strategis. Wilayah ini terletak di jalur penting menuju Terusan Suez, sebuah jalur perdagangan vital yang menghubungkan Eropa dengan Asia, khususnya India yang menjadi “permata mahkota” kolonial Inggris. Karena itu, menguasai Palestina berarti melindungi kepentingan Inggris di Timur Tengah.


Pertempuran Pertama Gaza (26 Maret 1917)

Upaya pertama Inggris merebut Gaza terjadi pada 26 Maret 1917. Pasukan Inggris yang berada di bawah komando Jenderal Sir Archibald Murray melancarkan serangan besar untuk menembus garis pertahanan Ottoman.

Awalnya, pasukan Inggris cukup optimis. Mereka datang dengan kekuatan besar, termasuk pasukan infanteri, kavaleri, serta dukungan artileri. Serangan awal bahkan berhasil menembus beberapa titik pertahanan Ottoman. Namun, situasi berubah ketika komunikasi pasukan Inggris kacau dan logistik mulai bermasalah.

Pasukan Ottoman yang dipimpin oleh Jenderal Kress von Kressenstein, seorang perwira Jerman yang membantu militer Utsmaniyah, berhasil mengatur pertahanan dengan rapi. Cuaca berkabut juga membuat koordinasi Inggris semakin buruk. Pada akhirnya, meski sempat berada di ambang kemenangan, pasukan Inggris justru mundur.

Kekalahan ini mengejutkan pihak Sekutu, karena secara jumlah dan persenjataan, Inggris lebih unggul. Tetapi Gaza membuktikan dirinya sebagai benteng alami yang sulit ditaklukkan.


Pertempuran Kedua Gaza (17–19 April 1917)

Tidak menyerah dengan kegagalan pertama, Inggris kembali melancarkan serangan pada 17 April 1917. Kali ini, mereka membawa kekuatan yang lebih besar dengan tambahan artileri berat serta senjata modern, termasuk penggunaan gas beracun.

Namun, pasukan Ottoman sudah memperkuat pertahanannya. Mereka membangun parit-parit dalam, kawat berduri, serta posisi senapan mesin yang strategis. Serangan frontal yang dilakukan Inggris justru membuat pasukan mereka terjebak dalam hujan peluru dan artileri lawan.

Selama tiga hari pertempuran sengit, ribuan tentara Inggris dan pasukan Sekutu gugur atau terluka. Sementara itu, pasukan Ottoman dengan gigih mempertahankan posisi mereka. Hasilnya, Inggris kembali dipukul mundur.

Kekalahan kedua ini membuat moral pasukan Sekutu anjlok. Surat kabar di London bahkan menyoroti kegagalan tersebut sebagai “a disaster at Gaza.” Kekalahan beruntun memperlihatkan bahwa Gaza bukanlah wilayah yang mudah direbut, meskipun oleh kekuatan militer besar seperti Inggris.


Mengapa Inggris Sulit Menaklukkan Gaza?

Ada beberapa faktor yang membuat Inggris gagal dalam dua pertempuran awal di Gaza:

  1. Pertahanan Ottoman yang Kuat
    Ottoman dibantu perwira Jerman dalam strategi militer. Pertahanan mereka dibangun dengan sistematis, memanfaatkan medan Gaza yang dikelilingi bukit pasir dan ladang terbuka.

  2. Kesalahan Strategi Inggris
    Inggris terlalu percaya diri dengan jumlah pasukan dan teknologi. Serangan frontal tanpa koordinasi matang membuat mereka rentan terhadap pertahanan lawan.

  3. Masalah Logistik dan Komunikasi
    Wilayah gurun di sekitar Gaza menyulitkan suplai makanan, air, dan amunisi. Selain itu, komunikasi antar unit sering terputus.

  4. Perlawanan Gigih Ottoman
    Pasukan Ottoman memiliki motivasi tinggi untuk mempertahankan wilayah Palestina dari penjajah asing. Semangat ini membuat mereka bertahan meski kalah jumlah.


Pertempuran Ketiga Gaza dan Jatuhnya Palestina

Meski gagal dua kali, Inggris tidak berhenti. Pada akhir 1917, Inggris mengubah strategi dengan menunjuk Jenderal Edmund Allenby sebagai komandan baru. Allenby menggunakan pendekatan berbeda: alih-alih menyerang langsung Gaza, ia melancarkan manuver ke arah Beersheba (selatan Gaza).

Pada 31 Oktober 1917, Inggris berhasil merebut Beersheba dengan serangan kavaleri besar yang terkenal dalam sejarah. Setelah itu, pertahanan Ottoman di Gaza melemah, dan Inggris akhirnya berhasil menguasai Gaza pada awal November 1917.

Kemenangan ini membuka jalan bagi Inggris untuk menguasai Yerusalem pada Desember 1917. Palestina pun perlahan jatuh ke tangan Inggris, hingga akhirnya dikuasai penuh melalui Mandat Palestina yang disahkan oleh Liga Bangsa-Bangsa pada 1922.


Dampak Jangka Panjang

Keberhasilan Inggris menguasai Gaza pada 1917 bukan sekadar kemenangan militer, tetapi juga membawa dampak besar bagi masa depan Palestina. Sebab, pada tahun yang sama Inggris mengeluarkan Deklarasi Balfour, yang mendukung pendirian “tanah air nasional bagi orang Yahudi” di Palestina.

Kebijakan ini kelak memicu gelombang migrasi Yahudi ke Palestina dan menjadi salah satu akar konflik berkepanjangan antara Palestina dan Israel hingga hari ini. Dengan kata lain, pertempuran Gaza tahun 1917 bukan hanya kisah perang, tetapi juga titik awal perubahan besar dalam sejarah politik kawasan Timur Tengah.


Kesimpulan

Sejarah mencatat bahwa Inggris pernah menyerbu Gaza sejak 1917, namun dua kali gagal sebelum akhirnya berhasil pada percobaan ketiga. Dua kekalahan tersebut menunjukkan betapa kuatnya pertahanan Ottoman dan sulitnya menaklukkan Gaza sebagai benteng strategis.

Meski pada akhirnya Inggris berhasil merebut Gaza dan seluruh Palestina, kemenangan itu membuka babak baru yang penuh gejolak. Mandat Inggris atas Palestina, ditambah dengan kebijakan Deklarasi Balfour, memunculkan dinamika politik dan konflik yang masih terasa hingga lebih dari satu abad kemudian.

Dengan demikian, Gaza bukan hanya sebuah kota kecil di tepi Laut Mediterania, melainkan simbol perlawanan, sejarah panjang perebutan kekuasaan, dan titik penting yang terus memengaruhi jalannya sejarah dunia hingga hari ini.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *