Benang Merah: Jenderal Pakistan, Osama bin Laden, dan Senjata Nuklir

https://frenchysymphony.com/ NEW DELHI – Sorotan media India tertuju pada kaitan antara seorang jenderal terkemuka Pakistan dengan pendiri al-Qaeda, Osama bin Laden, serta persenjataan nuklir Islamabad, di tengah meningkatnya ketegangan antara kedua negara.

Sosok Jenderal dan Latar Belakang Keluarga

Jenderal yang menjadi perhatian adalah Letnan Jenderal Ahmed Sharif Chaudhry, yang menjabat sebagai Direktur Jenderal Hubungan Masyarakat Antar-Layanan Pakistan (ISPR). Peningkatan ketegangan antara India dan Pakistan dalam beberapa pekan terakhir menyebabkan Letnan Jenderal Chaudhry lebih sering tampil di hadapan media, yang kemudian menarik perhatian media India pada latar belakang keluarganya.

Letnan Jenderal Chaudhry merupakan putra dari Sultan Bashiruddin Mahmood, seorang insinyur nuklir yang dulunya sangat dihormati di Pakistan. Namun, Mahmood kemudian dikenai sanksi oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) karena dugaan keterlibatannya dengan organisasi teroris, termasuk al-Qaeda.

Peran Penting dalam Program Nuklir Pakistan

Menurut laporan NDTV pada Minggu (11/5/2025), Mahmood memiliki peran krusial selama beberapa dekade di Komisi Energi Atom Pakistan (PAEC). Ia berkontribusi signifikan dalam pengembangan infrastruktur nuklir Pakistan, termasuk pembangunan pabrik pengayaan uranium dan desain reaktor yang penting bagi transisi Pakistan menuju kemampuan senjata berbasis plutonium. Fasilitas-fasilitas ini menjadi fondasi utama persenjataan nuklir Pakistan.

Afiliasi Pasca Pensiun dan Kekhawatiran Intelijen

Kekhawatiran utama di kalangan badan intelijen Barat muncul terkait afiliasi pasca pensiun dan kecenderungan ideologis Mahmood. Pada awal tahun 2000-an, Mahmood mendirikan Ummah Tameer-e-Nau (UTN), sebuah organisasi yang diklaim sebagai LSM yang beroperasi di Afghanistan di bawah kekuasaan Taliban. Kegiatan UTN meliputi pembangunan sekolah dan infrastruktur di Kandahar. Namun, intelijen Amerika Serikat (AS) dan Pakistan kemudian menemukan bahwa organisasi ini menjadi kedok untuk keterlibatan yang lebih dalam dengan jaringan teror.

Pertemuan dengan Osama bin Laden dan Al-Qaeda

Menurut PBB, Mahmood dan rekannya, Chaudhri Abdul Majeed, bertemu dengan Osama bin Laden dan Ayman al-Zawahiri pada bulan Agustus 2001, hanya beberapa minggu sebelum serangan 11 September 2001 di AS. Meskipun tidak ada bukti kuat yang menunjukkan adanya transfer teknologi senjata nuklir, pertemuan ini memicu kekhawatiran di Washington dan menyebabkan penangkapan serta interogasi Mahmood oleh otoritas Pakistan.

Pernyataan PBB Mengenai Informasi Sensitif

Pernyataan PBB menyebutkan, “UTN memberikan informasi kepada Osama bin Laden dan Taliban mengenai senjata kimia, biologi, dan nuklir. Selama kunjungan UTN ke Afghanistan, Bashir-Ud-Din bertemu dengan bin Laden dan para pemimpin al-Qaeda serta membahas senjata nuklir, kimia, dan biologi. Selama tahun 2001, Bashir-Ud-Din juga bertemu dengan Mullah Omar, yang terdaftar sebagai Mohammed Omar Ghulam Nabi. Dalam pertemuan lanjutan, seorang rekan Osama bin Laden menyatakan bahwa dia memiliki bahan nuklir dan ingin mengetahui cara menggunakannya untuk membuat senjata. Bashir-Ud-Din memberikan informasi mengenai infrastruktur yang dibutuhkan untuk program senjata nuklir dan dampak senjata nuklir.”

Pembebasan dan Pandangan Kontroversial

Badan Intelijen Pakistan (ISI) akhirnya membebaskan Mahmood dengan alasan bahwa ia tidak memiliki pengetahuan teknis yang cukup untuk merakit senjata nuklir secara mandiri. Mahmood, yang lahir di Pakistan dan mengenyam pendidikan di Inggris, pernah menerima Sitara-e-Imtiaz, penghargaan sipil tertinggi ketiga di Pakistan, dari mantan Perdana Menteri Nawaz Sharif. Ironisnya, Mahmood kemudian menjadi seorang kritikus vokal terhadap Sharif.

Tulisan ilmiah Mahmood juga menyinggung tentang jin, makhluk mitologi dalam literatur Islam, yang menurutnya merupakan kunci untuk mengatasi krisis energi bumi.

Karir Militer Sang Putra

Putra Mahmood, Letnan Jenderal Ahmed Sharif Chaudhry, meniti karir profesionalnya melalui jalur yang berbeda, yaitu Angkatan Darat Pakistan. Ia dilatih sebagai perwira di Korps Teknik Listrik dan Mekanik, dan telah menduduki berbagai posisi penting, termasuk di direktorat operasi militer dan Organisasi Sains dan Teknologi Pertahanan (DESTO), sebuah lembaga yang terlibat dalam penelitian pertahanan Pakistan. DESTO pernah dikenai sanksi AS setelah uji coba nuklir Pakistan pada tahun 1998, meskipun sanksi tersebut kemudian dicabut setelah peristiwa 9/11 untuk memfasilitasi kerjasama dalam Perang Melawan Teror.

Pandangan Mahmood tentang Persenjataan Nuklir

Menurut buku “The Man from Pakistan” karya jurnalis investigasi Douglas Frantz dan Catherine Collins, Mahmood memandang persenjataan nuklir Pakistan bukan sebagai aset nasional, melainkan sebagai milik bersama komunitas Muslim. Ia meyakini bahwa senjata nuklir tersebut harus dibagi dengan negara-negara Islam lainnya, terutama yang berhadapan dengan Barat. Buku tersebut juga mengungkapkan pertemuan tahun 2001 di Kandahar di mana Mahmood dan Majeed menawarkan arahan teknis kepada anggota al-Qaeda.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *