https://frenchysymphony.com/ WASHINGTON – Amerika Serikat (AS) berencana memulai produksi pertama dari varian bom gravitasi termonuklir terbarunya, B61-13, pada bulan depan.
Rencana Produksi B61-13
Rencana ini diumumkan oleh Badan Keamanan Nuklir Nasional (NNSA) Amerika Serikat. B61-13 merupakan bom modifikasi terbaru dari hulu ledak B61, sebuah senjata nuklir yang mulai diproduksi secara penuh pada tahun 1968. Bom nuklir yang baru ini akan dilengkapi dengan fitur elektronik dan kontrol yang lebih canggih, termasuk perangkat ekor, yang secara signifikan meningkatkan akurasinya menjadi amunisi berpemandu.
Kekuatan Dahsyat B61-13
Menurut laporan Fox News pada Jumat (9/5/2025), daya ledak maksimum hulu ledak B61-13 diperkirakan mencapai 360 kiloton. Angka ini menunjukkan kekuatan 24 kali lebih besar dibandingkan bom yang dijatuhkan AS di Hiroshima, Jepang, yang mengakhiri Perang Dunia II.
Pernyataan Kepala NNSA
“NNSA memperkirakan unit produksi pertama untuk B61 Mod 13 akan tercapai pada akhir bulan ini, hampir setahun lebih cepat dari jadwal,” ungkap kepala pelaksana NNSA, Teresa Robbins, kepada Kongres pada Rabu waktu Washington. Beliau menambahkan bahwa produksi skala penuh senjata nuklir baru ini diharapkan akan dimulai pada akhir tahun fiskal 2025.
Tujuan Pengembangan B61-13
“Bom ini memperkuat pencegahan dan memberikan Presiden opsi tambahan terhadap target militer tertentu yang lebih keras dan lebih luas,” jelas Robbins. Sebelumnya, pada bulan Januari, Washington telah mulai menyebarkan varian bom nuklir sebelumnya, B61-12, di pangkalan-pangkalan AS di Eropa.
Pandangan Terhadap Senjata Nuklir
Presiden AS Donald Trump sebelumnya pernah menyebut senjata nuklir sebagai ancaman eksistensial terbesar bagi umat manusia. Pada bulan Maret, beliau bahkan menyerukan negara-negara pemilik senjata nuklir untuk menghapuskannya. “Akan sangat bagus jika kita semua bisa melakukan denuklirisasi, karena kekuatan senjata nuklir itu gila,” katanya kepada wartawan. “Saya sangat ingin memulai pembicaraan itu,” ujarnya.
Kebijakan AS dan Rusia Terkait Nuklir
Selama masa kepemimpinan pertamanya, Trump secara sepihak menarik AS dari Perjanjian Kekuatan Nuklir Jarak Menengah (INF) tahun 1987 dengan alasan Rusia tidak patuh. Moskow mengecam langkah AS tersebut dan membantah tuduhan pelanggaran perjanjian.
Pada tahun 2024, setelah pendahulu Trump, Joe Biden, mengizinkan Ukraina menggunakan rudal AS untuk serangan lintas batas jarak jauh ke Rusia, Moskow merevisi doktrin nuklirnya. Revisi ini menurunkan ambang batas yang dapat diterima untuk penggunaan senjata nuklir. Berdasarkan doktrin baru tersebut, setiap serangan terhadap Rusia oleh negara non-nuklir yang didukung oleh negara pemilik senjata nuklir akan dianggap sebagai serangan langsung oleh kedua negara, sehingga memungkinkan Moskow untuk membalas dengan senjata nuklir.